JAKARTA, selaparangpost.com — Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (BAWASLU RI) dan Komisi Perlindungan Anak (KPAI) membangun kerjasama dalam bentuk penandatanganan MoU pencegahan eksplotasi anak pada Pemilu 2024 mendatang.
Ketua KPAI Ai maryati Sholihah berharap, dengan adanya MoU tersebut, bisa mencegah adanya pelanggaran hak-hak anak dalam penyelenggaran Pemilu pada tahun 2024 mendatang.
“Tahapan penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada serentak 2024 tidak terlepas dari potensi terjadinya pelanggaran Pemilu, termasuk pidana penyalahgunaan anak dan berbagai bentuk pelanggaran hak anak yang dilindungi oleh konstitusi dan UU nasional lainnya. Karena itu, anak harus dilindungi dari kemungkinan disalahgunakan dan dieksploitasi selama Pemilu dan Pilkada serentak 2024,” kata Maryati, dikutip dari detik.com pada hari Selasa (23/05/23).
Menurut Maryati, salah satu efek dari penyalah gunaan atau eksploitasi anak bisa berakibat pada Psikogis dan tumbuh kembang anak. Selain itu disebutkan Maryati, dapat mengancam masa depan anak juga.
“Karena penyalahgunaan dan eksploitasi anak dalam konteks politik akan membahayakan tumbuh kembang anak dan mengancam masa depan anak,” ujarnya.
“Anak rentan mengalami berbagai bentuk kekerasan fisik dan terekspos dengan materi politik yang tidak sesuai dan merusak perkembangan emosi dan mental anak, karena hal-hal negatif yang mempengaruhi persepsi dan prilaku sosial, seperti praktik-praktik agitasi, agresi, propaganda, serbuan hoaks yang mengadu-domba, ajakan dan hasutan untuk mencurigai dan membenci serta pelabelan negative lawan politik,” imbuhnya.
Disamping itu Maryati juga menyampaikan catatan KPAI pada Peilu 2014 lalu. Menuritnya KPAI mencatat ada 248 Kasus yang melibatkan 12 Partai Politik. Sementara pada Pemilu tahun 2019, tercatat 80 kasus yang berkaitan dengan penyapahguanaan hak anak.
“Pada tahun 2014 bentuk-bentuk penyalahgunaan anak dalam kegiatan politik sebanyak 248 kasus oleh 12 partai politik nasional. Sementara pelanggaran oleh partai politik peserta Pemilu tahun 2019 terdapat kurang lebih 80 kasus, antara lain anak dibawa dalam kampanye terbuka maupun terbatas oleh partai politik atau orang tua yang hadir dalam kampanye tersebut dan kematian dua anak korban aksi massa yang rusuh karena kekecewaan terhadap hasil Pilpres tahun 2019 di Jakarta, serta satu korban jiwa di Pontianak,” ujar Maryati.
“Sementara itu, berdasarkan hasil pengawasan terhadap proses pencocokan dan penelitian (coklit) pemutakhiran data pemilih Bawaslu RI menemukan sebanyak 94.956 orang di bawah umur (anak) dan belum menikah (Tidak Memenuhi Syarat) yang dimasukkan ke dalam daftar pemilih,” sambungnya.
Mengakhiri keterangaannya Maryati menyampaikan KPAI dan Bawaslu akan melakukan pemantauan secara intensif. Dirinya juga menyampaikan KPAI dan Bawasli akan menyediakan layanan penanganan khusus terkait kasus pelibatan anak dalam penyelenggaraan Pemilu tahun 2024 mendatang