Mataram,SP—Terkai perkara berita bohong dengan tedakwa Sri Sudarjo selaku Ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Rinjani. Pengadilan Negeri Mataram lanjutkan siding, Jum’at (08/07/22).
Agenda siding kal ini adalah pembacaan tuntutan. Sidang tersebut dilaksanakan di Ruang Sidang Candra PN Mataram.
Dalam sidang pembacaan tuntutan terdakawa Sri Sudarjo dipimpin majelis hakim Putu Gde Hariadi, SH.MH. Hakim anggota Dwianto Jati Sumirat, SH dan Glorious Anggundoro, SH. Pembacaan tuntutan terdakwa dibacakan oleh tim penuntut umum Kejaksaan Tinggi NTB. Dengan nomor perkara : 256/Pid.Sus/2022/PN Mtr. dalam perkara tindak pidana umum kasus menyebarkan kebencian. Berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) dan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong.
Dalam sidang pembacaan tuntutan tersebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut bahwa terdakwa Dr. Sri Sudario , SH , S.Pd , M.Pd. Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. “Dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi. Yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan / atau kelompok masyarakat tertentu. Berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA)”.
Tuntutan Terdakwa atas Dugaan Kasus
Sebagaimana Surat Dakwaan (Dakwaan Alternatif KESATU melanggal Pasal 45A ayat ( 2 ) jo Pasal 28 ayat ( 2 ) Undang – Undang Nomor : 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor : 11 Tahun 2008, Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik).
Rencananya sidang akan dilaksanakan kembali pada hari Selasa tanggal 12 Juli 2022 pukul 09.00 WITA. Dengan agenda pembacaan pembelaan oleh pihak terdakwa.
Sri Sudarjo ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Subdit Cyber Crime Ditreskrimus Polda NTB. Terdakwa ditetapkan tersangka karena menyebarkan video melalui kanal You Tube berisi hoaks dengan menuding pemerintah daerah menyembunyikan dana PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional).
Sri Sudarjo duduga menuding Pemrov NTB menggagalkan program pemerintah tentang bantuan tiga ekor sapi untuk satu anggota KSU Rinjani dengan anggaran Rp. 100 juta.
Menurut informasi bahwa program tersebut sebenarnya tidak ada dalam anggaran pemerintah, dengan alasan terdakwa dilaporkan Pemprov NTB pada tanggal 14 Februari 2022.