MATARAM, selaparangpost.com — Praktik mafia Solar diduga terjadi di Lombok, Nusa Tenggara Barat. BBM bersubsidi dengan kuota terbatas itu diduga didistribusi dan dijual ke pasar dengan harga industri.
Pernyataan tersebut disampaikan Direktur Lombok Global Institute (Logis) M. Fihirudin. Ia Mengaku pihaknya menemukan praktik mafia Solar di NTB. Dirinya bahkan menyebutkan, praktek tersebut diduga melibatkan oknum pejabat di NTB, oknum pengusaha SPBU, dan juga oknum pejabat di ASDP Kayangan.
“Tim kami dari Logis sudah turun dan menemukan bukti serta dokumentasi dari dugaan praktik mafia Solar ini. Ada dugaan keterlibatan oknum Pejabat NTB, oknum SPBU di Lombok Tengah dan oknum ASDP Kayangan, Lotim,” kata Direktur Logis, M Fihiruddin, didampingi Kepala Divisi Investigasi dan Data Logis, Daro Jatun, saat menyampaikan fakta – fakta hasil temuan tim Logis, dalam jumpa pers pada hari Senin (21/08/23).
Lebih lanjut dijelaskan Dir. Logis NTB, modus praktik mafia Solar tersebut, ditemukan dari rekaman video berdurasi 10 detik.
Dikatakannya, dalam rekaman vidio tersebut terlihat sebuah tangki BBM Solar menumpahkan Solar ke bungker yang ada di dalam areal ASDP Kayangan Lombok Timur.
Dari penuturannya, Direktur Logis NTB Mengatakan, Solar subsidi yang harusnya didistribusi ke kapal penyeberangan, diduga ditimbun untuk kemudian dijual kembali dengan harga industri.
“Jadi Solar subsidi itu dipasarkan dengan harga industri. Dugaannya ke nelayan dan beberapa proyek besar di NTB. Ini kan luar biasa, Solar subsidi sekitar Rp5.700 per liter sementara Solar industri bisa sampai Rp14.500 per liter,” tuturnya.
Terhadap kejadian itu, Fihir menegaskan, Logis akan melaporkan temuan dugaan praktik mafia Solar tersebut ke Mabes Polri.
“Saat ini kami sedang tahap pulbaket (pengumpulan bahan dan keterangan). Kami akan laporkan kasus ini ke Mabes Polri, pekan depan,” ujar Fihir.
Hingga berita ini dimuat, belum ada penjelasan dari pihak terkait, untuk memberika klarifikasi adanya dugaan praktik mafia solar, seperti yang diterangkan pihak Logis NTB.