MATARAM, selaparangpost.com — Direktur Lombok Global Institut (Logis) M. Fihiruddin telah memenuhi panggilan kepolisian terkait laporan Ketua DPRD NTB, Baiq Isvie Rupaeda.
Undangan klarifikasi di Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda NTB pada Senin, 21 November 2022. Fihiruddin didampingi beberapa pengacara yang tergabung dalam Tim Pembela Rakyat.
Ketua Tim Hukum Pengacara Rakyat (THPR), Dr. Irpan Suryadiata mengatakan kedatangan Fihiruddin ke Polda NTB untuk menghormati proses hukum yang tengah berjalan.
Fihiruddin sebelumnya dilaporkan ke Polda NTB karena bertanya di WhatsApp Group POJOK NTB, soal rumor tiga oknum DPRD NTB ditangkap karena mengkonsumsi narkoba saat kunjungan kerja ke Jakarta. Namun ketiganya dibebaskan setelah membayar sejumlah uang.
Buntut pertanyaan tersebut, Fihiruddin dilaporkan atas dugaan melanggar Pasal 28 ayat (2) UU ITE. Dia dinilai menyebarkan informasi menimbulkan kebencian dan permusuhan yang terkait SARA pada DPRD NTB.
Menanggapi itu, Irpan Suryadiata meminta kepolisian agar bersikap hati-hati dalam menilai kasus tersebut.
“Kami hormati proses yg sedang dijalankan oleh Polda NTB. Namun tentu kami berharap ada sikap kehati-hatian dalam menilai peristiwa cuitan kabar angin yang disampaikan oleh saudara MF (Fihiruddin) melalui sarana WhatsApp Group,” katanya, Kamis, 24 November 2022.
Dia menyayangkan sikap Ketua DPRD NTB yang memilih untuk melaporkan Fihiruddin.
“Tentu kami sayangkan pilihan melaporkan MF terkait dengan pertanyaan mengenai kabar angin yang disampaikan oleh saudara MF,” ujarnya.
Ketua DPRD NTB mestinya, kata Irpan, harus menelusuri dulu rumor yang disampaikan Fihiruddin tersebut, atau disikapi dengan mekanisme Tatib DPRD dan UU MD3.
“Akan tetapi, pertanyaan mengenai adanya dugaan keterlibatan oknum anggota DPRD NTB disikapi dengan arogan. Bahkan abuse of power,” ujarnya.
Apalagi laporan ke Polda NTB mengatasnamakan lembaga dewan. Irpan menilai dewan seharusnya memiliki kewajiban melindungi warganya terkait menjamurnya narkoba yang dapat merusak generasi bangsa. Dewan seharusnya menanggapi rumor informasi yang disampaikan Fihiruddin itu sebagai bentuk menegakan nilai moralitas, bukan justru diadukan dengan pasal ITE.
Irpan bersama Tim Pengacara Rakyat lainnya mengajukan uji mekanisme melalui gugatan perdata terkait prosedur yang dilakukan dewan saat melaporkan Fihiruddin.
“Kami uji pula melalui mekanisme peradilan perdata yakni perbuatan melawan hukum sebagaimana terdapat dalam pasal 1365 KUH Perdata yang telah kami daftarkan dan diregister di kepaniteraan Pengadilan Negeri Mataram,” ujarnya.
Selain gugatan perdata, Irpan bersama tim mempersiapkan laporan polisi atas dugaan hoax yang mengatasnamakan lembaga DPRD NTB. Itu karena Baiq Isvie Rupaeda pada keterangan pers mengaku melaporkan Fihiruddin atas nama lembaga, namun sebaliknya menurut keterangan polisi, Baiq Isvie melapor atas nama pribadi.
Padahal, kata Irpan, mekanisme rapat pengambilan keputusan dalam mengatasnamakan kelembagaan telah jelas diatur dalam Tatib pada hari dan jam kerja, kecuali terhadap pembahasan yang bersifat mendesak seperti pembahasan RAPBD dan lainnya.
“Dalam gugatan (perdata) ini kami meminta tuntutan ganti rugi sebanyak Rp 10.250.000.000 dalam bentuk kerugian materiil dan imateril,” ujarnya.
Itu termasuk memohonkan gugatan provisi agar pengadilan memerintahkan laporan pengaduan di Polda NTB tersebut tidak ditindaklanjuti sebagai bagian dari penerapan asas preudiciel geschill.
“Selain itu, kami juga sedang mengkaji terkait dengan statement para ketua ketua fraksi yang juga telah membenarkan jika laporan pengaduan yang telah diajukan tersebut merupakan secara kelembagaan,” kata Irpan.
Padahal fraksi bukan termasuk alat kelengkapan dewan (AKD) sebagaimana diatur dalam UU MD3 yang telah tiga kali mengalami perubahan dan Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tatib DPRD NTB.
“Kami sedang melakukan kajian, siapa aktor intelektual dader (pelaku) dalam memberikan saran kepada Ketua DPRD NTB sedang kami kaji,” ujarnya.
Mengingat kata Irpan, jika dalam sistem rumpun keluarga cammon law ketika pengacara atau ahli memberikan advice yang keliru dapat dimintai pertanggungjawaban.
“Kendati kita bukan rumpun sistem tersebut namun menarik untuk menjadi perhatian khusus,” ujarnya.
Bahkan Pengacara Rakyat akan menguji surat yang mereka sampaikan ke Badan Kehormatan Dewan yang hingga saat ini dinilai telah diabaikan. Uji menggunakan mekanisme onrechmatige overhaiddad.
“Upaya upaya yg akan kami tempuh ini, bukan soal siapa menang dan siapa kalah, tapi begitulah cara kerja yudikatif memberikan ruang seluas luasnya perlindungan hukum bagi warga negara Indonesia,” katanya.
Dia berharap kasus yang dihadapi Fihiruddin berjalan sesuai dengan rule of law.
“Kami yakin institusi kepolisian juga akan melihat peristiwa ini secara obyektif tanpa mengamputasi nilai nilai demokrasi dan perlindungan hukum yang telah diletakkan para pendiri bangsa,” ujarnya.